Zonadunia.com – Anggaran untuk memenuhi hak mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Mimika periode 2014-2019 sebesar Rp. 17.019.596.000 menuai sengketa panjang.
Pasalnya anggaran untuk memenuhi anggota DPRD periode 2014-2019 disebutkan Rp. 18 Miliar sebelumnya dikutip dari Papua60Detik.id.
Menanggapi hal tersebut Sekretaris Daerah (Sekda) Kabupaten Mimika, Michael Gomar mengatakan pembayaran hak tersebut berdasarkan putusan Pengadilan Tata Usaha Negara di Jayapura yang diperkuat dengan putusan Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara di Makassar dan Mahkamah Agung RI.

“Pembayaran hak-hak keuangan mantan anggota DPRD Kabupaten Mimika periode 2014 sampai 2019. Pemda Kabupaten Mimika telah menganggarkan sebesar Rp. 17.019.596.000 yang akan dibayarkan kepada 26 orang penggugat,” ujarnya saat ditemui usai mengikuti rapat paripurna III di Kantor DPRD Mimika, Jumat (8/10/2021).
Pembayaran tersebut berdasarkan surat Menteri Dalam Negeri melalui Direktur Jenderal Otonomi Daerah, Kemendagri, surat penjelasan Gubernur Provinsi Papua, hasil koordinasi bersama PLT Sekretaris Daerah Provinsi Papua, Inspektorat Provinsi Papua, Kepala Biro Hukum Provinsi Papua, kepala BPKAD Provinsi Papua, Kepala Perwakilan BPK RI Provinsi Papua, Kepala kejaksaan Negeri bersama tim dan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
“Hak keuangan yang kita bayarkan dianggarkan dan dibayarkan melalui APBD perubahan adalah 17 Miliar sekian itu dibayarkan kepada 26 mantan anggota DPRD periode 2014-2019 meliputi gaji pokok dan tunjangan yang melekat, kepada anggota DPRD kabupaten Mimika selama masa waktu 1 tahun anggaran yaitu dari 25 November 2019 sampai 25 November 2020.”
Dalam berita acara yang diserahkan oleh Gubernur Provinsi yang diwakili oleh Sekertaris Daerah Provinsi Papua diterima oleh Bupati Mimika, diwakili oleh Sekda Kabupaten Mimika adalah berita acara penyerahan surat keputusan Gubernur Papua tentang pengesahan kembali anggota DPRD Kabupaten Mimika periode 2019-2024 terhitung mulai tanggal 23 agustus 2021
“Jadi bukan berisi atau tidak tertuang untuk komponen yang dibayarkan oleh Pemda Mimika kepada 26 mantan anggota DPRD Kabupaten Mimika,” ujarnya.
Michael menekankan Pemda tetap memberikan berdasarkan hasil koordinasi dan juga surat dukungan dari Kemendagri, melalui Dirjen otda dan juga surat penjelasan hak-hak keuangan dari Gubernur Provinsi Papua.
“Ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku itulah yang kami ikuti karena kami juga tidak mau ada permasalahan,” pungkasnya.
Sementara itu secara terpisah anggota DPRD Mimika periode 2014-2019 menolak dengan tegas kompensasi senilai kurang lebih Rp. 18 Miliar yang saat ini dianggarkan Pemkab Mimika melalui APBD Perubahan 2021.
Para mantan dewan ini menilai bahwa dalam putusan Gubernur Papua tidak tercatat adanya kompensasi, akan tetapi berupa berita acara pengaktifan kembali jabatan mereka selama satu tahun. Meskipun harus dibayarkan kompensasi atas hak-hak melekat, maka jumlahnya bukan yang dimaksud oleh Pemkab Mimika, tetapi Rp. 130 Miliar.
Dalam konferensi pers yang digelar di Jalan Cendrawasih, Jumat (8/10/2021) salah satu mantan anggota DPRD Mimika periode 2014-2019, Antonius Kemong menyampaikan pihaknya mengetahui saat ini Pemkab Mimika sementara melaksanakan pembahasan guna penetapan APBDP 2021 sebesar Rp. 4,4 Triliun. Dalam APBD itu juga tercantum kompensasi untuk pihaknya senilai Rp. 18 Miliar.
Sebagai penggugat, 26 mantan dewan ini mempertanyakan seperti apa perhitungan Pemkab Mimika atas kompensasi Rp. 18 Miliar itu? Padahal di dalam Putusan Gubernur itu harus mengembalikan harkat dan martabat 26 mantan anggota dewan dan hak-hak melekatnya juga harus diperhitungkan.
“Hal-hal ini tidak mereka lakukan,tetapi malah tetapkan Rp. 18 Miliar. Itu oke saja, karena itu proses yang mereka jalankan sendiri. Namun yang kami ingatkan kepada Pemkab Mimika adalah bahwa proses yang kami lakukan sudah berjalan beberapa waktu lalu hingga ke ke Provinsi dan dari Provinsi pun mengarahkan agar kami kembali diaktifkan,” katanya.
Anton berpendapat Plt Sekda Provinsi Papua telah memeberikan berita acara kepada Pemkab Mimika melalui Sekda Michael Gomar. Dalam amplop tersebut diklaim tertuang persoalan pengaktifan DPRD baru, dalam hal ini periode 2019-2024 serta berita acara penyelesaian masalah 26 mantan anggota DPRD periode 2014-2019 selaku penggugat.
“Plt Sekda Provinsi yang sampaikan seperti itu. Makanya kami sangat mengapresasi kepada Pemerintah Provinsi, karena niatnya mereka sangat bagus supaya masalah ini cepat selesai. Nah kenapa sampai di Pemkab Mimika, berita acara tersebut tidak dibuka. Makanya kami heran. Kok orang sekelas Sekda Provinsi Papua bisa membohongi kami? Itu tidak mungkin,” ujarnya
Sekda Provinsi menyampaikan bahwa yang diberikan ke Pemkab Mimika tersebut terkait SK pengaktifan kembali dan berita acaranya adalah penyelesaian masalah gugatan.
“Itu disatukan dalam satu amplop dan kami pun disuruh kembali ke Timika. Ini berarti ada kejanggalan yang dilakukan di Pemkab Mimika ini. Itu ada celah hukum yang bisa kami tempuh juga. Karena urusan kami sudah dilimpahkan ke Pemkab Mimika,” tuturnya.
Pihaknya meminta Pemkab Mimika harus membuka SK dan berita acara yang telah diserahkan Sekda Provinsi kepada Sekda Pemkab Mimika.
“Dalam perhitungan kami, kompensasi itu bukan hanya Rp. 18 Miliar, tetapi Rp. 130 Miliar. Itu berdasarkan putusan hukum, berdasarkan perhitungan hak-hak melekat selama masa jabatan setahun, Angka itu sudah kami serahkan ke Sekda Provinsi dan Sekda Mimika saat pertemuan di Bappeda. Herannya mereka sudah mau tetapkan APBDP sebesar Rp. 4,4 Triliun dan anggaran hak kami yang Rp. 130 Miliar itu tidak dimasukkan, malah hanya dianggarkan Rp. 18 Miliar,” ungkapnya.
Sedangkan mantan dewan lainnya yaitu, Elieser Ohe menegaskan agar Pemkab Mimika tidak mencoreng nama Gubernur Papua dengan tidak memberikan hak dewan yang telah disampaikan dan disepakati.
“Kami minta supaya Pemkab tidak boleh menipu, karena putusan dari Provinsi telah diserahkan dan nilai untuk hak melekat mantan anggota DPRD itu sebanyak Rp. 130 Miliar bukan Rp. 18 Miliar. Kalau Pemkab menipu, berarti mencoreng nama Gubernur,” katanya.