Zonadunia.com – Serangan 9/11 yang menyerang menara kembar di World Trade Center (WTC) sempat menjadi perdebatan soal keanehan dari runtuhnya tiga gedung yang ada di kawasan itu.
Pasalnya, mereka tak yakin hanya akibat tabrakan pesawat bisa meruntuhkan dua menara (Menara Kembar WTC 1 dan 2) itu dalam sekejap. Apalagi ketika gedung ketiga yang disebut WTC 7 tiba-tiba runtuh dengan sendirinya tujuh jam setelah keruntuhan menara kembar.
Melansir CNNIndonesia.com, hal ini lantas memancing spekulasi para ahli teori konspirasi yang menyebut gedung-gedung WTC telah dipasangi kabel dengan bahan peledak terlebih dahulu. Sehingga ketiga menara itu bisa langsung diratakan dengan serangkaian penghancuran terkontrol.
Keruntuhan WTC 7 yang tiba-tiba pun makin menguatkan mereka yang percaya bahwa hal itu adalah bukti utama bahwa pemerintah AS mengatur atau bersekongkol dalam serangan 9/11.
Pasalnya, tidak ada pesawat yang menabrak gedung WTC 7 itu. Selain itu, dari luar gedung itu secara umum menunjukkan tanda kerusakan yang signifikan. Namun, pada pukul 17.20, 7 jam setelah keruntuhan menara kembar, gedung ini runtuh tiba-tiba.
WTC 7 sendiri adalah gedung yang lebih pendek yang ada di dekat menara kembar dan digunakan sebagai kantor kantor intelejen CIA dan pasukan pengamanan presiden dan wakil presiden AS Secret Service.
Sehingga, mereka yang percaya dengan teori konspirasi itu mengklaim bahwa bangunan itu memang sengaja dihancurkan dalam pembongkaran terkontrol untuk menghilangkan bukti keterlibatan pemerintah AS dalam serangan teroris, seperti dilansir dari Popular Mechanics.

Soal runtuhnya menara kembar
Namun Ilmuwan senior, Christian Simensen, dari SINTEF Materials and Chemistry, memaparkan teori alternatif berdasarkan fisika material tentang apa yang terjadi di menara ketika mereka diserang oleh pesawat.
SINTEF adalah institusi yang meneliti struktur material dan teknologi nano yang salah satunya digunakan untuk material bangunan yang berbasis di Norwegia.
Menurut Simensen, ledakan akibat tabrakan pesawat, sangat memungkinkan untuk menghancurkan gedung kembar itu. Sebab, ledakan menghancurkan bagian struktur dalam bangunan dan menyebabkan lantai paling atas dari bangunan jatuh dan menghancurkan bagian bawah.
“Dengan kata lain, saya percaya bahwa ini adalah ledakan yang didengar oleh orang-orang di sekitarnya dan sejak itu menghidupkan teori konspirasi bahwa bahan peledak telah ditempatkan di gedung pencakar langit,” katanya.
Menurut teori yang dikemukakan oleh ilmuwan material SINTEF, campuran air dari sistem sprinkler dan aluminium cair dari lambung pesawat yang meleleh menciptakan ledakan yang menyebabkan runtuhnya Twin Tower World Trade Center (WTC) di Manhattan.
Ilmuwan material SINTEF mengemukakan teori bahwa campuran air dari sistem penyiram kebakaran (sprinkler) dan aluminium cair dari lambung pesawat yang meleleh menciptakan ledakan yang menyebabkan runtuhnya Twin Tower di Manhattan, Amerika Serikat.
Tepat sebelum dua gedung pencakar langit New York runtuh pada 11 September 2001, ledakan kuat di dalam gedung terdengar cukup kuat, membuat banyak orang percaya bahwa balok baja yang terlalu panas di gedung itu bukanlah penyebab keruntuhan.
Pertemuan eksplosif dari aluminium cair dan air
Simensen percaya bahwa kemungkinan besar kedua pesawat itu terperangkap di dalam lapisan isolasi puing-puing bangunan di dalam gedung pencakar langit. Hal tersebut menyebabkan lambung pesawat menyerap panas yang sebagian besar berasal dari bahan bakar pesawat yang terbakar.
Ilmuwan SINTEF percaya bahwa panas melelehkan aluminium lambung pesawat, dan inti dari teorinya adalah aluminium cair kemudian menetes ke bawah dan bertemu dengan air sehingga mengalami reaksi kimia.
“Kedua eksperimen ilmiah dan 250 laporan bencana yang diderita oleh industri aluminium telah menunjukkan bahwa kombinasi aluminium cair dan air melepaskan ledakan besar,” kata Simensen seperti dikutip dari Science Daily (21/9/2011).
30 ton aluminium
Laporan resmi tentang runtuhnya Gedung pencakar langit tersebut disusun oleh komisi yang ditunjuk oleh pemerintah federal dan sejak itu didukung oleh publikasi lain. Laporan tersebut sampai pada kesimpulan bahwa disebabkan oleh pemanasan dan struktur baja yang lemah di tengah bangunan.
Menurut Simensen kesimpulan tersebut tidak akurat dan dinilai terlalu terburu buru.
“Karena komisi pemerintah federal tidak cukup memperhitungkan fakta bahwa pesawat membawa 30 ton aluminium ke masing-masing dari dua Menara,” katanya.
Tabrakan
Simensen mendasarkan teorinya pada perbandingan yang ia buat dengan fenomena paralel yang dapat diamati di dunia fisika.
“Mari kita mulai dengan apa yang saya pikir pasti terjadi ketika pesawat menabrak dua menara. Mereka datang dengan kecepatan tinggi dan pada sudut yang rendah. Satu-satunya fenomena serupa yang kita ketahui adalah meteor yang menabrak Bumi,” papar Simensen.
Menurut Simensen meteor menyeret material ketika membentur tanah sehingga seluruh permukaan tanah ditutupi oleh material yang dibawa meteor. Material yang menempel pada meteor akan meleleh dan berubah menjadi lapisan kaca di permukaan meteor.
“Saya percaya bahwa sama halnya, pesawat itu pasti tertutup oleh pecahan dinding bagian dalam, langit-langit dan lantai yang runtuh di sekelilingnya,” katanya. “Sebagian besar bahan ini adalah plester, bahan yang sangat kuat. kapasitas konduksi panas yang buruk,” tambahnya.
Api
Simensen menjelaskan bahwa pesawat yang menabrak Gedung menyebabkan bahan-bahan di sepanjang jalur tabrakan ikut terbakar. Namun zona yang benar-benar panas adalah pada titik pesawat berhenti.
“Saya percaya itu beberapa tangki bahan bakar pesawat pasti mengalami kerusakan besar, tetapi sebagian besar dari mereka akan terbelah dua ketika mereka bertemu dengan balok baja di gedung-gedung, dan oleh karena itu perkembangan api cukup konstan,” paparnya.
Ia juga percaya bahwa pesawat-pesawat itu berhenti di semacam cekungan puing-puing bangunan. Paduan aluminium lambung pesawat, kata Simensen, akan meleleh pada suhu 660 derajat Celcius.
“Jika aluminium cair dipanaskan lebih lanjut hingga suhu 750 derajat celcius, menjadi cair seperti air. Saya menduga bahwa inilah yang terjadi di dalam Twin Tower, dan aluminium cair kemudian mulai mengalir ke lantai di bawahnya,” katanya.
Ledakan
Dari alumunium yang meleleh itu maka ia akan mengalir dan jika alumunium bercampur dengan air maka akan menciptakan ledakan hebat.
“Semua lantai di Twin Tower dilengkapi dengan sistem sprinkler. Semua air di atas badan pesawat yang panas pasti telah berubah menjadi uap. Jika teori saya benar, berton-ton aluminium mengalir ke bawah melalui menara, di mana baunya bersentuhan dengan beberapa ratus liter air. Dari bencana dan eksperimen lain yang dilakukan oleh industri aluminium, kita tahu bahwa reaksi semacam ini menyebabkan ledakan hebat,” jelas Simensen.
Alumunium, kata Simensen, akan segera bereaksi terhadap air dan reaksi ini juga melepaskan hidrogen. Reaksi seperti itu sangat kuat ketika katalis hadir, dan dapat menaikan suhu hingga lebih dari 1500 derajat celcius.
“Industri aluminium telah melaporkan lebih dari 250 ledakan aluminium-air sejak tahun 1980. Alcoa Aluminium melakukan percobaan di bawah kondisi terkendali, di mana 20 kilogram aluminium yang dilebur dibiarkan bereaksi dengan 20 kilogram air, yang ditambahkan beberapa karat. Ledakan itu menghancurkan seluruh laboratorium dan meninggalkan kawah berdiameter 30 meter,” kata Simensen.
Keruntuhan
Simensen menjelaskan bahwa ledakan dapat menghancurkan hampir seluruh Gedung karena ledakan dari reaksi aluminium dan air seperti ledakan dinamit. Sehingga ia menilai bahwa hal tersebut cukup kuat untuk menghancurkan bangunan.
“Bagian atas akan jatuh di atas bagian yang tersisa di bawah, dan beratnya lantai atas akan cukup untuk menghancurkan bagian bawah bangunan,” katanya.
Keruntuhan gedung WTC7
Menurut Simensen WTC1 dan WTC2 yang runtuh mengakibatkan bangunan WTC7 yang berada didekatnya dibombardir oleh partikel panas, bahan bakar dan juga tetesan alumunium cair.
WTC7, kata Simensen, mungkin telah mengambil lebih banyak dampak tersebut daripada bangunan lain. Bangunan tersebut terbakar dan menjadi tidak terkendali.
“Dalam hal ini, baja struktural mungkin telah mencapai suhu lebih dari 1000 derajat celcius, lebih dari tujuh jam dan lantai 13 runtuh dalam satu menit. Dalam hal ini saya setuju dengan temuan komisi federal. Balok baja yang terlalu panas mungkin menjadi penyebab runtuhnya,” katanya.